Entah mengapa, dari dulu
mimpiku selalu amburadul. Tidak pernah masuk akal. Hanya berisi
kisah-kisah konyol. Dan sering tidak normal. Padahal selama satu minggu aku
selalu bermimpi hal yang nyaris normal. Lalu di minggu
berikutnya aku malah bermimpi yang aneh-aneh lagi. Kukira mimpiku akan
menjadi mimpi yang biasa, dimana aku pergi ke sekolah, bertemu
teman-teman sambil mengobrol dan bercanda tak jelas. Tapi akhir-akhir ini mimpiku
semakin hari semakin abnormal. Dan yah, pada kesempatan ini, aku ingin menceritakan mengenai mimpi
anehku.
.
.
.
.
.
Mimpi ini bermulai ketika aku berada di SMP ku—yah, ini benar-benar jarang terjadi. Sekolahku tetap terlihat normal, seperti biasanya. Namun sesaat kemudian kusadari bahwa sekolah itu kosong tak berpenghuni. Pada bagian awal mimpi ini, aku lupa awal ceritanya, namun sekilas, aku melihat salah seorang temankui juga berada disana.
Aku sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya kulakukan di sini karena aku lupa bagian awal mimpiku. Tapi, kurasa ini ada hubungannya dengan temanku yang tadi—karena kami sama-sama memakai baju bebas, jadi kupikir sekarang hari sabtu dan kami sedang ekskul. Lalu karena tidak ada orang, otomatis aku berpikir untuk pulang.
Aku menyusuri balkon kelas atas dari kelas IX-9. Kupandang sekolah ini dalam keadaan yang tak berpenghuni. Lapangan basket yang kosong. Tidak ada pak Radi atau mang Ipul yang menjaga pos satpam. Tidak ada mobil dan motor guru yang terparkir. Langit yang digantungi kepulan awan kelabu. Dinding-dinding sekolahku yang terlihat retak dan catnya mulai pudar. Tanaman-tanamannya yang semakin rapuh, menguncup dan sirna dari dunia ini. Lalu pemandangan di sekolahku semakin terlihat suram, keabuan, dan tua termakan oleh waktu. Melihat pemandangan ini seperti melihat film yang dipercepat. Aku berjalan menuju tangga sekolah. Tangga ini terletak persis di tengah-tengah kelas IX-7 dan kamar mandi laki-laki. Saat aku telah sampai di tangga, entah karena ada kaca atau karena aku bisa melihat tembus pandang, aku melihat temanku berada di kelas IX-7 bersama boneka marionette di depannya. Boneka itu bermata kosong. Wajahnya terlihat mengerikan. Boneka itu bukanlah boneka marionette cantik yang kukenal selama ini. Aku memandangnya heran, namun akupun terus melanjutkan tujuanku. Terus menuruni tangga sampai akhirnya tiba di tengah perjalanan. Tapi aku terkejut ketika mendengar suara berisik kaki-kaki menghantam tanah. Kucari sumber suara tersebut. Lalu menemukan sumbernya yang berasal dari pemandangan di hadapanku yang,...lagi-lagi aneh. Jika semenit yang lalu sekolah ini tak berpenghuni, sekarang yang kulihat adalah anak-anak basket putra yang sedang berebutan bola. gadis-gadis yang mendukung mereka. Laki-laki yang yang menonton di sisi-sisi lapangan. Suasana yang berisik, cerah, dan menyenangkan. Dan ada yang sudah mendapatkan skor akibat lay up shot mereka.
Mataku melongo dan mulutku ternganga. Lalu kukatupkan bibirku dan mengangkat kepala untuk melihat keadaan di balkon atas. Namun yang kulihat tetap sama seperti semenit yang lalu, yaitu kesuraman mencekam yang semakin menjadi-jadi. Aku pun kembali memandang ke bawah, dan tanpa sadar ternyata ada bocah laki-laki di samping depanku. Ia menatap tajam pada pandangan di depannya. T-shirt hijaunya terlihat kontras dengan celana khakinya. Sepatu cokelat gelapnya dipadukan dengan kaos kaki putih pendeknya. Penampilannya terlihat seperti anak normal, namun ada sesuatu yang mengganjal dari dirinya. Perasaanku berangsur-angsur menjadi tidak enak. Dan rasanya aku ingin berlari menuju tempat di depanku. Yang dipenuhi oleh kerusuhan tapi, anehnya, terlihat menyenangkan. Namun ketika aku ingin berlari menuju kerumunan itu, kakiku tertahan tak bisa bergerak. Kedua kakiku terasa seperti ditancapkan kedalam tanah. Aku ingin meronta-ronta minta tolong tapi suaraku tidak mau keluar. Kuangkat kepalaku keatas, dan kulihat ada sekumpulan tahanan penjara memandangku. Aku bergidik, semakin heran atas ketidak normalan ini. Kenapa ada narapidana di sekolah? Mengapa setiap kelas berubah menjadi jeruji sel penjara? Siapa yang melakukan ini semua? Apakah ini sebuah lelucon?
Aku memandang pupil mata mereka yang putih tanpa iris. Pandangan mereka kosong seperti boneka marionette tadi. Kulit mereka sewarna putih gading yang pucat pasi bak mayat hidup. Wajah mereka menyiratkan perasaan tersiksa sampai ingin mati. Rambut mereka acak-acakan seperti orang gila. Mereka mengingatkanku dengan monster pembunuh tak bernyawa dari A Game of Thrones. Lalu aku mendengar suara raungan amarah para tahanan. Jeruji besi penjara berbunyi nyaring akibat pukulan mereka. Aku memandang kedepan untuk melihat teman-temanku. Namun tatapanku tertutup oleh sebuah pintu besi raksasa yang menutupi jalan keluar. Pintu itu berlapis besi tebal. Muka pintu itu ditumpuk oleh tiang besi berlapis perak yang membentuk tanda X. Paku-paku besar menancap di bingkai pintu tersebut. Akupun mengalihkan pandanganku kepada bocah didepanku. Namun, ia hanya terdiam, tak terbaca, tidak panik dan tidak takut. Dan aku langsung merinding karena ia mengeluarkan ketenangan sekaligus aura dingin yang tidak biasa.
Ini hanya mimpi, aku tahu itu. Dan karena aku tahu, berarti aku harus kembali ke alam sadarku. Namun sebelum kulawan energi mimpi ini dengan energi milikku, aku menemukan sebuah nama yang memasang mimpi ini di pikiranku. Nama sebuah studio. Aku membaca dalam solar plexusku sambil menunggu diriku kembali ke permukaan.
“Studio brengsek” Rutukku sebelum kembali ke alam nyata
ЖЖЖ
Aku lupa nama studio yang membuat mimpi sintingku—Damn with it. Namun aku tidak terlalu menghiraukan hal itu. Aku tersadar—setengah tersadar, tepatnya. Dan menemukan diriku berada di kamarku. Hal pertama yang kurasakan saat aku terbangun dari mimpi buruk itu selalu sama. Berat. Hanya dengan kata itu aku bisa mendeskripsikan seberapa sulitnya kondisi setengah tersadar itu.
Aku jelas-jelas harus berjuang jika ingin ‘benar-benar bangun’ dari tidurku. Namun kau harus tahu bahwa rasanya sulit sekali. Bayangkan, kau tidak bisa bersuara. Kau ingin menggerakan tanganmu, tapi rasanya bobot tubuhmu sudah naik dua kali lipatnya dari yang sekarang. Itu menyebalkan. tapi efek baiknya adalah mata ketigamu terbuka—aku serius lho. Tapi walau begitu aku tidak mau menyerah, aku harus benar-benar bangun. beberapa saat kemudian aku merasakan kehadiran ayahku‒disaat seperti ini, aku bisa melihat keadaan sekitar tanpa membuka mataku, dan aku benar-benar serius mengenai hal ini. Aku langsung cepat-cepat menggerakan tanganku walau hanya beberapa senti. Dan setelah melakukan perlawanan energi, aku berhasil menggerakannya. Ini adalah pertama kalinya dalam hidupku untuk bisa menggerakannya secepat ini. Namun ketika aku menggerakkan tanganku dengan niat meminta pertolongan (baca: dibangunkan), ayahku hanya berkata ‘oh, lagi tidur’ dan langsung menutup pintu kamarku.
Aku jelas-jelas tidak tidur!‒oke, mungkin memang terlihat seperti orang tertidur, tapi aku tidak tidur. Aku hanya terperangkap didalam (karena aku tidak tahu apa namanya, aku memutuskan untuk memberi nama sendiri) alam bawah sadar atau apalah namanya, dan aku juga harus berusaha sendiri untuk keluar dari tempat itu.
Setelah bersusah payah melakukan perlawanan untuk terbangun, hal pertama yang paling ingin aku lakukan adalah menjerit. Namun karena suaraku habis, jeritanku malah terdengar seperti rintihan. Lalu aku berusaha untuk bangkit dari ranjangku. Bergegas cepat untuk membuka pintu dan keluar dari kamarku. Kuhirup udara alam nyata dibalik nafasku yang terengah-engah. Dan aku hampir rubuh saat berjalan memasuki ruang tamu.
Aku melihat pemandangan yang sudah biasa kulihat. Adikku dan Marcel sedang bermain PS 2. Mereka bermain dengan serius dan penuh emosi. Adikku biasanya selalu bermain sambil berdiri‒jangan tanya padaku tujuannya untuk apa. Lalu baru kusadari kalau ada orang lain di seberang ruangan. Itu adalah Eyang dan tante Yuli yang sedang duduk di ruang makan. Kulihat pandangan mereka yang was-was karena melihatku berjalan sampai ingin jatuh. Lalu aku mengalihkan pandanganku kepada Ibuku.
“Ma, Papa dimana?” tanyaku dengan suara yang terdengar serak.
“Papa ada didepan kok, emangnya kenapa?”
“Nggak, ngga ada apa-apa”
Sejurus kemudian aku melihat Ayahku datang, dan aku langsung menghampirinya.
“Papa tadi ke kamarku nggak?” tanyaku sedikit menjerit.
“Engga kok, tadi kan kamu tidur”
“Iya, tapi Papa nutup pintu kamarku kan?”
“Iya, Papa kan ngeliat kamu gerak-gerak trus Papa mikir kamu lagi tidur. Terus Papa tutup pintunya” jawab ayahku santai.
“Papa kenapa nggak bangunin aku? Aku kan gerak-gerak kayak gitu supaya Papa bangunin aku.” Balasku menahan emosi. Aku melakukan gerak-gerak seperti itu karena aku tidak bisa bicara. Dan dengan hal itu aku berharap orang-orang yang melihatku akan merasa kalau aku sedang mimpi buruk dan mereka berinisiatf akan membangunkanku. Namun aku tidak bisa memungkiri, bahwa daritadi aku berbicara layaknya orang sinting dan aneh. Makanya orang-orang enggan untuk berbicara padaku. Tapi, yah,... aku memang anak aneh.
“Kan Papa mikirnya kamu lagi tidur” ujarnya
Aku mengalihkan pandanganku. Kuhela nafasku dan ku mulai melangkahkan kaki menujusuatu tempat. Di saat itu, pikiranku melayang entah kemana. Aku memikirkan perkataan orangtuaku yang bilang bahwa aku ini kerjaannya hanya tidur. And yeah, kerjaanku memang hanya tidur dan aku adalah seorang Sleeping Ugly‒mengingat aku dulu suka sekali dengan Sleeping Beauty, namun aku bukanlah seseorang yang Beauty ‒ Sleeping Ugly adalah mahkluk khayalan. Ia adalah orang yang kerjaannya tidur dan mimpi buruk. Namun tak pernah ada orang yang datang untuk membangunkannya dari mimpi buruknya, dirinya memang menyedihkan sekali, bukan?
Akupun berjalan menuju kulkas. Ku terduduk tanpa tujuan di depan kulkas itu. Kumulai untuk mereka ulang kejadian-kejadian dalam mimpiku. Lalu, bertanya-tanya mengapa aku selalu ke kulkas tapi tidak untuk mengambil makanan atau minuman. Mengapa ketika aku tidak ada kerjaan aku malah ke kulkas namun tidak mengambil apa yang ada di dalamnya? Dan aku teringat, bahwa dibawah kulkas ini ada kuburan leluhurku. Mungkin, tanpa aku sadari aku selalu menjenguknya.
Lalu, aku kembali masuk kedalam kamarku. Kurasakan akal sehatku yang sangat-teramat menolak untuk tidur lagi. Kusingkirkan diri dari hal-hal yang bisa membuatku mengantuk. Dan mencoba-coba untuk menggambar atau membaca. Lalu saat itu juga aku berpikir dan berkeinginan agar ada seseorang yang bisa membaca pikiranku. Namun, tentu saja, orang itu tidak harus seperti Edward Cullen ataupun Damen Auguste. Ia juga tidak perlu menolongku, ia hanya perlu untuk membangunkanku. Namun, aku yakin, pasti tidak akan ada seorang pun yang mau melakukannya.
Karena, aku ini aneh. Orang waras mana yang mau membangunkan Sleeping Ugly?
Sleeping Ugly. . . . .
Yeah, that's right, aku adalah Sleeping Ugly yang sempurna [ ].
.
.
.
.
.
Mimpi ini bermulai ketika aku berada di SMP ku—yah, ini benar-benar jarang terjadi. Sekolahku tetap terlihat normal, seperti biasanya. Namun sesaat kemudian kusadari bahwa sekolah itu kosong tak berpenghuni. Pada bagian awal mimpi ini, aku lupa awal ceritanya, namun sekilas, aku melihat salah seorang temankui juga berada disana.
Aku sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya kulakukan di sini karena aku lupa bagian awal mimpiku. Tapi, kurasa ini ada hubungannya dengan temanku yang tadi—karena kami sama-sama memakai baju bebas, jadi kupikir sekarang hari sabtu dan kami sedang ekskul. Lalu karena tidak ada orang, otomatis aku berpikir untuk pulang.
Aku menyusuri balkon kelas atas dari kelas IX-9. Kupandang sekolah ini dalam keadaan yang tak berpenghuni. Lapangan basket yang kosong. Tidak ada pak Radi atau mang Ipul yang menjaga pos satpam. Tidak ada mobil dan motor guru yang terparkir. Langit yang digantungi kepulan awan kelabu. Dinding-dinding sekolahku yang terlihat retak dan catnya mulai pudar. Tanaman-tanamannya yang semakin rapuh, menguncup dan sirna dari dunia ini. Lalu pemandangan di sekolahku semakin terlihat suram, keabuan, dan tua termakan oleh waktu. Melihat pemandangan ini seperti melihat film yang dipercepat. Aku berjalan menuju tangga sekolah. Tangga ini terletak persis di tengah-tengah kelas IX-7 dan kamar mandi laki-laki. Saat aku telah sampai di tangga, entah karena ada kaca atau karena aku bisa melihat tembus pandang, aku melihat temanku berada di kelas IX-7 bersama boneka marionette di depannya. Boneka itu bermata kosong. Wajahnya terlihat mengerikan. Boneka itu bukanlah boneka marionette cantik yang kukenal selama ini. Aku memandangnya heran, namun akupun terus melanjutkan tujuanku. Terus menuruni tangga sampai akhirnya tiba di tengah perjalanan. Tapi aku terkejut ketika mendengar suara berisik kaki-kaki menghantam tanah. Kucari sumber suara tersebut. Lalu menemukan sumbernya yang berasal dari pemandangan di hadapanku yang,...lagi-lagi aneh. Jika semenit yang lalu sekolah ini tak berpenghuni, sekarang yang kulihat adalah anak-anak basket putra yang sedang berebutan bola. gadis-gadis yang mendukung mereka. Laki-laki yang yang menonton di sisi-sisi lapangan. Suasana yang berisik, cerah, dan menyenangkan. Dan ada yang sudah mendapatkan skor akibat lay up shot mereka.
Mataku melongo dan mulutku ternganga. Lalu kukatupkan bibirku dan mengangkat kepala untuk melihat keadaan di balkon atas. Namun yang kulihat tetap sama seperti semenit yang lalu, yaitu kesuraman mencekam yang semakin menjadi-jadi. Aku pun kembali memandang ke bawah, dan tanpa sadar ternyata ada bocah laki-laki di samping depanku. Ia menatap tajam pada pandangan di depannya. T-shirt hijaunya terlihat kontras dengan celana khakinya. Sepatu cokelat gelapnya dipadukan dengan kaos kaki putih pendeknya. Penampilannya terlihat seperti anak normal, namun ada sesuatu yang mengganjal dari dirinya. Perasaanku berangsur-angsur menjadi tidak enak. Dan rasanya aku ingin berlari menuju tempat di depanku. Yang dipenuhi oleh kerusuhan tapi, anehnya, terlihat menyenangkan. Namun ketika aku ingin berlari menuju kerumunan itu, kakiku tertahan tak bisa bergerak. Kedua kakiku terasa seperti ditancapkan kedalam tanah. Aku ingin meronta-ronta minta tolong tapi suaraku tidak mau keluar. Kuangkat kepalaku keatas, dan kulihat ada sekumpulan tahanan penjara memandangku. Aku bergidik, semakin heran atas ketidak normalan ini. Kenapa ada narapidana di sekolah? Mengapa setiap kelas berubah menjadi jeruji sel penjara? Siapa yang melakukan ini semua? Apakah ini sebuah lelucon?
Aku memandang pupil mata mereka yang putih tanpa iris. Pandangan mereka kosong seperti boneka marionette tadi. Kulit mereka sewarna putih gading yang pucat pasi bak mayat hidup. Wajah mereka menyiratkan perasaan tersiksa sampai ingin mati. Rambut mereka acak-acakan seperti orang gila. Mereka mengingatkanku dengan monster pembunuh tak bernyawa dari A Game of Thrones. Lalu aku mendengar suara raungan amarah para tahanan. Jeruji besi penjara berbunyi nyaring akibat pukulan mereka. Aku memandang kedepan untuk melihat teman-temanku. Namun tatapanku tertutup oleh sebuah pintu besi raksasa yang menutupi jalan keluar. Pintu itu berlapis besi tebal. Muka pintu itu ditumpuk oleh tiang besi berlapis perak yang membentuk tanda X. Paku-paku besar menancap di bingkai pintu tersebut. Akupun mengalihkan pandanganku kepada bocah didepanku. Namun, ia hanya terdiam, tak terbaca, tidak panik dan tidak takut. Dan aku langsung merinding karena ia mengeluarkan ketenangan sekaligus aura dingin yang tidak biasa.
Ini hanya mimpi, aku tahu itu. Dan karena aku tahu, berarti aku harus kembali ke alam sadarku. Namun sebelum kulawan energi mimpi ini dengan energi milikku, aku menemukan sebuah nama yang memasang mimpi ini di pikiranku. Nama sebuah studio. Aku membaca dalam solar plexusku sambil menunggu diriku kembali ke permukaan.
“Studio brengsek” Rutukku sebelum kembali ke alam nyata
ЖЖЖ
Aku lupa nama studio yang membuat mimpi sintingku—Damn with it. Namun aku tidak terlalu menghiraukan hal itu. Aku tersadar—setengah tersadar, tepatnya. Dan menemukan diriku berada di kamarku. Hal pertama yang kurasakan saat aku terbangun dari mimpi buruk itu selalu sama. Berat. Hanya dengan kata itu aku bisa mendeskripsikan seberapa sulitnya kondisi setengah tersadar itu.
Aku jelas-jelas harus berjuang jika ingin ‘benar-benar bangun’ dari tidurku. Namun kau harus tahu bahwa rasanya sulit sekali. Bayangkan, kau tidak bisa bersuara. Kau ingin menggerakan tanganmu, tapi rasanya bobot tubuhmu sudah naik dua kali lipatnya dari yang sekarang. Itu menyebalkan. tapi efek baiknya adalah mata ketigamu terbuka—aku serius lho. Tapi walau begitu aku tidak mau menyerah, aku harus benar-benar bangun. beberapa saat kemudian aku merasakan kehadiran ayahku‒disaat seperti ini, aku bisa melihat keadaan sekitar tanpa membuka mataku, dan aku benar-benar serius mengenai hal ini. Aku langsung cepat-cepat menggerakan tanganku walau hanya beberapa senti. Dan setelah melakukan perlawanan energi, aku berhasil menggerakannya. Ini adalah pertama kalinya dalam hidupku untuk bisa menggerakannya secepat ini. Namun ketika aku menggerakkan tanganku dengan niat meminta pertolongan (baca: dibangunkan), ayahku hanya berkata ‘oh, lagi tidur’ dan langsung menutup pintu kamarku.
Aku jelas-jelas tidak tidur!‒oke, mungkin memang terlihat seperti orang tertidur, tapi aku tidak tidur. Aku hanya terperangkap didalam (karena aku tidak tahu apa namanya, aku memutuskan untuk memberi nama sendiri) alam bawah sadar atau apalah namanya, dan aku juga harus berusaha sendiri untuk keluar dari tempat itu.
Setelah bersusah payah melakukan perlawanan untuk terbangun, hal pertama yang paling ingin aku lakukan adalah menjerit. Namun karena suaraku habis, jeritanku malah terdengar seperti rintihan. Lalu aku berusaha untuk bangkit dari ranjangku. Bergegas cepat untuk membuka pintu dan keluar dari kamarku. Kuhirup udara alam nyata dibalik nafasku yang terengah-engah. Dan aku hampir rubuh saat berjalan memasuki ruang tamu.
Aku melihat pemandangan yang sudah biasa kulihat. Adikku dan Marcel sedang bermain PS 2. Mereka bermain dengan serius dan penuh emosi. Adikku biasanya selalu bermain sambil berdiri‒jangan tanya padaku tujuannya untuk apa. Lalu baru kusadari kalau ada orang lain di seberang ruangan. Itu adalah Eyang dan tante Yuli yang sedang duduk di ruang makan. Kulihat pandangan mereka yang was-was karena melihatku berjalan sampai ingin jatuh. Lalu aku mengalihkan pandanganku kepada Ibuku.
“Ma, Papa dimana?” tanyaku dengan suara yang terdengar serak.
“Papa ada didepan kok, emangnya kenapa?”
“Nggak, ngga ada apa-apa”
Sejurus kemudian aku melihat Ayahku datang, dan aku langsung menghampirinya.
“Papa tadi ke kamarku nggak?” tanyaku sedikit menjerit.
“Engga kok, tadi kan kamu tidur”
“Iya, tapi Papa nutup pintu kamarku kan?”
“Iya, Papa kan ngeliat kamu gerak-gerak trus Papa mikir kamu lagi tidur. Terus Papa tutup pintunya” jawab ayahku santai.
“Papa kenapa nggak bangunin aku? Aku kan gerak-gerak kayak gitu supaya Papa bangunin aku.” Balasku menahan emosi. Aku melakukan gerak-gerak seperti itu karena aku tidak bisa bicara. Dan dengan hal itu aku berharap orang-orang yang melihatku akan merasa kalau aku sedang mimpi buruk dan mereka berinisiatf akan membangunkanku. Namun aku tidak bisa memungkiri, bahwa daritadi aku berbicara layaknya orang sinting dan aneh. Makanya orang-orang enggan untuk berbicara padaku. Tapi, yah,... aku memang anak aneh.
“Kan Papa mikirnya kamu lagi tidur” ujarnya
Aku mengalihkan pandanganku. Kuhela nafasku dan ku mulai melangkahkan kaki menujusuatu tempat. Di saat itu, pikiranku melayang entah kemana. Aku memikirkan perkataan orangtuaku yang bilang bahwa aku ini kerjaannya hanya tidur. And yeah, kerjaanku memang hanya tidur dan aku adalah seorang Sleeping Ugly‒mengingat aku dulu suka sekali dengan Sleeping Beauty, namun aku bukanlah seseorang yang Beauty ‒ Sleeping Ugly adalah mahkluk khayalan. Ia adalah orang yang kerjaannya tidur dan mimpi buruk. Namun tak pernah ada orang yang datang untuk membangunkannya dari mimpi buruknya, dirinya memang menyedihkan sekali, bukan?
Akupun berjalan menuju kulkas. Ku terduduk tanpa tujuan di depan kulkas itu. Kumulai untuk mereka ulang kejadian-kejadian dalam mimpiku. Lalu, bertanya-tanya mengapa aku selalu ke kulkas tapi tidak untuk mengambil makanan atau minuman. Mengapa ketika aku tidak ada kerjaan aku malah ke kulkas namun tidak mengambil apa yang ada di dalamnya? Dan aku teringat, bahwa dibawah kulkas ini ada kuburan leluhurku. Mungkin, tanpa aku sadari aku selalu menjenguknya.
Lalu, aku kembali masuk kedalam kamarku. Kurasakan akal sehatku yang sangat-teramat menolak untuk tidur lagi. Kusingkirkan diri dari hal-hal yang bisa membuatku mengantuk. Dan mencoba-coba untuk menggambar atau membaca. Lalu saat itu juga aku berpikir dan berkeinginan agar ada seseorang yang bisa membaca pikiranku. Namun, tentu saja, orang itu tidak harus seperti Edward Cullen ataupun Damen Auguste. Ia juga tidak perlu menolongku, ia hanya perlu untuk membangunkanku. Namun, aku yakin, pasti tidak akan ada seorang pun yang mau melakukannya.
Karena, aku ini aneh. Orang waras mana yang mau membangunkan Sleeping Ugly?
Sleeping Ugly. . . . .
Yeah, that's right, aku adalah Sleeping Ugly yang sempurna [ ].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar