Kamis, 20 Desember 2012

Tones [2]


2
Cho Kyu Hyun




 Seulas seringaian terbentuk di bibirku.
Aku menarik nafas lega setelah membunuhnya. Kusandarkan diriku ke tembok untuk melihat tubuhnya berserakan. Dan aku meneguk rasa kemenangan itu dengan puas
Akhirnya, tamat juga riwayatnya.
Aku tergoda untuk melakukannya lagi. Tebasan terakhir barusan sangat seru di lihat. Menginginkanku untuk mencecap kemenangan itu lagi dan lagi. Namun aku tahu aku harus berlanjut. Aku tidak bisa di sini terus. Aku harus mencari lawan yang lainnya. Lawan yang seimbang. Lawan yang akan kuingat-ingat sampai akhir hayatku. Maka dari itu, aku pun pindah ke tempat selanjutnya. Memilih-milih siapa yang akan jadi lawan tarungku nanti. Lalu melayangkan tebasan beruntun yang menjadi cara favoritku untuk menghabisi lawan. Dan ketika saat itu tiba ....
“Kyu Hyun, Game-nya di save dulu ya. Nanti kalau sudah selesai baru dilanjutkan. Ayo cepat, member yang lain sudah menunggu.”

Ah, itu tadi suara Sung Min-hyeong. Ia memang rajin buat sweeping member-member  yang lain. Dan ngomong-ngomong, di saat seperti ini, biasanya aku akan langsung kesal. Alasannya? Sederhana saja, kok. Aku sedang asik-asik main game dan tiba-tiba ada yang menggangguku. Itu adalah hal yang sangat menyebalkan, setidaknya, bagiku. Tapi kali ini, aku tidak merasa kesal ataupun marah. Alasannya lagi? Karena yang memanggilku itu Sung Min-hyeong, bukan member lain. Sung Min bisa diibaratkan sebagai malaikat yang mampu menyaingi sifat iblisku. Ia bisa dengan mudahnya membuatku langsung terlena oleh negosiasinya. Maka dari itu, anggota SJ yang lainnya harus bersyukur. Karena, mungkin, jika yang menghampiri adalah member yang lain dan bukan Sung Min, mungkin aku akan merasa kesal. Dan jika aku merasa kesal, aku akan langsung membuat rencana licik untuk mengerjai mereka. Hohohoho.
“Sebentar hyeong. Biar kubereskan dan ku save game-ku dulu.” Balasku sepolos mungkin.
Sung Min menggangguk dan menungguku. Lalu setelah aku selesai saving game-ku serta mematikan komputerku. Aku langsung mengikuti Sung Min menuju tempat latihan.
Dan, yah, sesuai dugaanku. Ketika sampai di sana, kulihat beberapa member yang lain masih belum datang. Aku pun mulai mendekati seorang lelaki untuk ikut stretching badan dengannya.
“Oh, Kyu. Kau sudah datang ya.” Sapa lelaki itu.
“Ya, begitulah. Aku mau ikut pemanasan denganmu, hyeong.
“Hm. Silahkan.”
Kuregangkan tubuhku agar lebih lentur. Lalu kumulai pemanasan-pemanasan singkat yang sering dilakukan member kami sebelum berlatih. Beberapa menit kemudian, lelaki di sebelahku sudah selesai dengan pemanasan kecilnya. Sekilas mataku memandangi tubuhnya yang ramping dan berotot itu. Dan, oh, aku jadi sangat iri dengan six-packnya.
Ya, Siwon-hyeong. Apakah ada trik-trik khusus untuk membuat tubuhmu six-pack begitu?” tanyaku pada Choi Siwon.
“Sebenarnya, tidak ada. Kalau kau mau seperti ini, kau harus mau kerja keras dengan berolahraga di gym dan mengontrol asupan makananmu.” Jawabnya sambil melakukan gestur-gestur tangan.
Sebenarnya, aku sih mau-mau saja ikut latihan di gym seperti Siwon-Hyeong. Tapi, jika waktunya bertabrakan dengan waktu main-game-sepuasnya-tanpa-ada-yang-mengganggu milikku, sepertinya, sayang, ya. Jadi, aku harus menolaknya karena aku tidak mau menghabiskan waktuku dengan serangkaian olahraga membosankan hanya demi sebuah six-pack. Waktuku akan kuhabiskan dengan bermain game, bermain game, bermain game. Lagipula ‘kan, sebagai member boyband  terkenal di dunia yang sudah perform di Madison Square Garden, aku tentu sulit sekali mendapatkan waktu luang. Jadi, ketika sudah mendapatkannya, aku harus menggunakan waktu itu sebaik mungkin. Salah satu caranya ya, bermain game.
“Kau sudah selesai, Kyu?”
Aku mendongak ketika sebuah suara yang familier memanggil namaku.
“Uh, huh.” Jawabku dengan nada lebih terdengar seperti bergumam daripada menjawab. 
“Baiklah, ayo semuanya duduk dulu. Aku ada pengumuman penting.”

Kau dan Aku . . .


Aliran darah menderu
Jantung berpacu
Sekelebat pikiran menderu
Itu semua menyergap dalam sekejap tiap kali kita bertemu . . .

Tanpa sepatah lisan, aku sudah tahu.
Karena cukup sekali tatap, segalanya terbongkar.
Kisah hidupmu, kesedihanmu, kemurkaanmu, kebahagiaanmu . .  
Itu semua terpatri jelas dalam otakku.


Kau dan aku, membentuk sistem keseimbangan semesta.
Dimana kita adalah satu namun tak pernah menyatu.
Jangan salahkan Sang Pencipta jika kita jarang bertemu.
Karena kau dan aku, adalah substansi bertolak belakang yang saling berkesinambungan.


A . . .
Kuharap, kita ‘kan berjumpa lagi.
Entah kapan, entah dimana, entah di masa kehidupan keberapa . .
Maka, apabila waktu itu telah tiba . . .
Kita ‘kan bersua dan mengalirkan kisah hidup kita tanpa ada yang membaca.






Tertanda
Z