Minggu, 04 Agustus 2013

Antara Imajinasi dan Intuisi

Ini peringatan, wahai yang mau membaca. Kisah ini merupakan kisah nyata yang aneh dari seorang anak aneh. Tidak usah dibaca jika kalian menjunjung tinggi logika dan kewarasan.


-;-;-;-;-;-;-;-


Dua hewan ini baru bisa disebut hewan jika kata pertamanya diulang.

Kupu-kupu dan cumi-cumi.

Oke, sebenarnya masih ada hewan lain yang menggunakan kata ulang murni juga. Kura-kura dan berang-berang, misalnya. Tapi ada yang mengganjal. Hati saya tertambat dengan kupu-kupu dan cumi-cumi. Entah karena alasan apa.

Kenapa? Kenapa tak ada manusia yang bertanya-tanya perihal pengulangan ini? mengapa kita tidak bisa memanggil kupu-kupu dengan hanya kata pertamanya saja tanpa membuat orang lain bingung? Mengapa nama hewan ini harus diulang? Tidak adakah salah seorang dari kalian yang penasaran?

Dalam bahasa Inggris, kupu-kupu disebut Butterfly, sedangkan cumi-cumi disebut Squid. Lihat, tak ada pengulangan dengan bahasa itu. Saya rasa, hanya bahasa Indonesia saja yang menggunakan pengulangan murni.

Pikiran saya tidaklah memasukkan pertanyaan ini ke ruang dalam otak agar dikaji. Itu urusan orang yang mau tahu, walau saya meragukan ada jawaban konkret atas pertanyaan tersebut. Tidak perlulah hal itu dibahas lebih lanjut. Saya mau curhat di sini, bukan mau berdiskusi.

Kata kuncinya adalah pangeran cumi-cumi dan putri kupu-kupu.

Saya tidak tahu siapa itu pangeran cumi-cumi. Tiba-tiba saja kalimat itu hinggap di kepala saya. Entah apa maunya. Yang jelas, sepanjang saya hidup, saya selalu memikirkan hal tersebut. Tidak penting? Yah, memang iya. Habis dari dulu saya memang suka memikirkan hal remeh yang tidak penting bagi khalayak umum.


Saya suka menggambar punggung manusia.

Iya, punggung.

Gambar-gambar saya banyak menyajikan ilustrasi manusia yang membelakangi para penonton. Sejak dulu saya memang suka menggambar seperti itu. Kenapa? Karena saya rasa, acapkali saya tenggelam dalam dunia imaji saya, kebanyakan manusia yang saya imajinasikan selalu menyembunyikan setengah identitas dirinya dari saya. Mereka seolah sengaja melakukannya agar saya tidak sepenuhnya tahu siapa mereka. Bayangkan, kalian hanya bisa melihat punggungnya tanpa tahu bagaimana rupanya. Apakah mereka melakukannya untuk meninggalkan kesan misterius? Bisa jadi ya, bisa jadi tidak.

Suatu ketika, saya ditawari salah seorang sahabat saya untuk membaca sebuah novel. Jika ditinjau lebih jauh, novel itu tidak terlalu terkenal, tapi saya tetap penasaran. Pasalnya sahabat saya ini berkata bahwa salah seorang tokoh utama dalam novel itu agak mirip saya. Jadi setelah saya membacanya, saya jadi merasa tergugu sendiri.


:Fakta pertama, tokoh yang dimaksud sahabat saya itu memiliki nama depan berinisial ‘S’:
Kalau masih seperti ini, saya tidak terlalu peduli. Lagipula, perempuan yang bernama depan ‘S’ kan bukan cuma saya.

:Fakta kedua, nama tokoh yang dimaksud sahabat saya itu, yakni ‘Shiva’, memiliki unsur-unsur bahasa Hindi:
Uh… nama Saraswati juga mengandung unsur bahasa Hindi. Tapi itu kan… ah, lupakan.

:Fakta ketiga, tokoh yang dimaksud sahabat saya itu memiliki sebuah ‘tanda’ di bahunya:
Ketika tahu tentang fakta ini, saya langsung berhenti membaca novelnya sejenak. Berpikir kenapa tokoh ini juga memiliki tanda di bahunya. Untung aja bentuk tandanya ngga sama.

:Fakta keempat, tokoh perempuan yang dimaksud suka melukis:
.......

:Fakta kelima, tokoh yang dimaksud sahabat saya itu suka menggambar seorang pria yang hanya diperlihatkan ilustrasi punggungnya saja:
Tuh kan, kebetulan macam apa….


:Fakta keenamtokoh yang dimaksud sahabat saya itu suka mendapatkan firasat-firasat aneh yang pada akhirnya benar-benar terjadi:
Saya rasa, adalah sebuah kenaifan jika saya hanya menganggap ini semua cuma sebuah kebetulan.


:Fakta ketujuh, tokoh yang dimaksud sahabat saya itu pernah berhenti melukis karena sebuah alasan:
Ini… ah, sudahlah. Hal ini tidak penting lagi untuk dibahas.


Intinya, ketika teringat bagian saat tokoh tersebut menggambar the-so-called-‘Pangeran-Punggung’, saya jadi keinget cumi-cumi. Terus waktu saya perhatikan kamar saya, saya baru sadar kalo saya itu punya tiga kupu-kupu (bukan yang beneran, tentu saja). Yang pertama adalah sebuah bros kupu-kupu, kedua adalah kalender berbentuk kupu-kupu, dan ketiga adalah palet lukis berbentuk kupu-kupu juga. Sumpah, benda-benda tersebut bukan saya yang milih sendiri. Bros kupu-kupunya itu hadiah perkawinan entah siapa, kalendernya itu bonus hadiah dari novel yang saya beli, palet lukisnya itu diambilin sama tukang dagangnya waktu saya beli, bukan saya sendiri yang ngambil.


Sampai sekarang, saya masih belum tahu apa maksud dari kejadian-kejadian aneh di atas. Jawabannya masih belum ditemukan. Dan entah kapan jawaban itu akan datang…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar